SEJARAH TERBENTUKNYA HAM
Umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa cikal bakal HAM itu sebenarnya telah ada sejak lahirnya Magna Charta 1215 di kerajaan Inggris. Di dalam Magna Charta itu disebutkan antara lain bahwa raja yang memiliki kekuasaan absolut dapat dibatasi kekuasaannya dan dimintai pertanggungjawabannya di muka hukum. Dari sini lahir doktrin `raja tidak kebal hukum’ dan harus bertanggung jawab kepada rakyat. Walaupun kekuasaan membuat undang-undang pada masa itu lebih banyak berada di tangannya.’3 Semangat Magna Charta inilah yang kemudian melahirkan undang-undang dalam kerajaan Inggris tahun 1689 yang dikenal dengan undang-undang hak (Bill of Right).” Peristiwa ini dianggap sebuah keberhasilan rakyat Inggris melawan kecongkakan raja John, sehingga timbul suatu adagium yang berintikan “manusia sama di muka hukum (equality before the low)”.
Adigium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi yang mengakui dan menjamin asas persamaan dan kebebasan sebagai warga negara. Asas persamaan ini pula yang nantinya, mendasari hakhak lainnya seperti kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia sebagaimana tercermin dalam konsiderans mukadimah Deklarasi Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia 1948. Untuk mewujudkan kedalam suatu tindakan konkrit dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan, pemikiran dua tokoh, Rousseau tentang kontrak sosialnya dan Motesquieu dengan trias politikanya telah memberikan kontribusi yang amat besar. Trias politika yang lahirnya didorong oleh sebuah keinginan untuk mencegah tirani, pada intinya membuat pemisahan antara kekuasaan legislatif, eksekutif dan judikatif, sehingga seorang raja tidak dapat bertindak secara semena-mena di luar ketentuan hukum yang berlaku. Paham ini pula yang memberi semangat bagi munculnya deklarasi tentang kemerdekaan “Declaration of Independence” di Amerika tahun 1776. Di dalam deklarasi itu ditegaskan bahwa `manusia adalah merdeka sejak dalam perut ibunya, sehingga tidak logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu”. Pada tahun 1789, di Prancis lahir sebuah deklarasi yang dikenal dengan The French Declaration, menyatakan hakhak yang lebih rinci lagi sebagai dasar dari The Rule of Law. Di dalamnya dinyatakan antara lain: tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Pernyataan ini, selanjutnya, dipertegas pula dengan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat (freedom of expression), kebebasan menganut keyakinan/agama (freedom of religion), perlindungan terhadap hak milik (the right of properti) dan hak-hak dasar lainnya. Dalam The French Declaration tersebut sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak yang menjamin timbulnya demokrasi dan negara hukum. Deklarasi yang lahir sebagai buah Revolusi Perancis itu telah berhasil meruntuhkan susunan masyarakat feodal termasuk golongan pendeta agama dan susunan pemerintahan negara yang bersifat kerajaan dengan sistem monarki absolut. Disebabkan revolusi tersebut bertujuan untuk memperoleh jaminan hak-hak manusia dalam perlindungan undang-undang negara, maka dirumuskanlah tiga prinsip yang disebut Trisloganda, yaitu (1) kemerdekaan (liberte), (2) kesamarataan (equalite), (3) kerukunan dan persaudaraan (fraternite). Ketiga semboyan ini telah melahirkan Konstitusi Perancis 1791.
Umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa cikal bakal HAM itu sebenarnya telah ada sejak lahirnya Magna Charta 1215 di kerajaan Inggris. Di dalam Magna Charta itu disebutkan antara lain bahwa raja yang memiliki kekuasaan absolut dapat dibatasi kekuasaannya dan dimintai pertanggungjawabannya di muka hukum. Dari sini lahir doktrin `raja tidak kebal hukum’ dan harus bertanggung jawab kepada rakyat. Walaupun kekuasaan membuat undang-undang pada masa itu lebih banyak berada di tangannya.’3 Semangat Magna Charta inilah yang kemudian melahirkan undang-undang dalam kerajaan Inggris tahun 1689 yang dikenal dengan undang-undang hak (Bill of Right).” Peristiwa ini dianggap sebuah keberhasilan rakyat Inggris melawan kecongkakan raja John, sehingga timbul suatu adagium yang berintikan “manusia sama di muka hukum (equality before the low)”.
Adigium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi yang mengakui dan menjamin asas persamaan dan kebebasan sebagai warga negara. Asas persamaan ini pula yang nantinya, mendasari hakhak lainnya seperti kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia sebagaimana tercermin dalam konsiderans mukadimah Deklarasi Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia 1948. Untuk mewujudkan kedalam suatu tindakan konkrit dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan, pemikiran dua tokoh, Rousseau tentang kontrak sosialnya dan Motesquieu dengan trias politikanya telah memberikan kontribusi yang amat besar. Trias politika yang lahirnya didorong oleh sebuah keinginan untuk mencegah tirani, pada intinya membuat pemisahan antara kekuasaan legislatif, eksekutif dan judikatif, sehingga seorang raja tidak dapat bertindak secara semena-mena di luar ketentuan hukum yang berlaku. Paham ini pula yang memberi semangat bagi munculnya deklarasi tentang kemerdekaan “Declaration of Independence” di Amerika tahun 1776. Di dalam deklarasi itu ditegaskan bahwa `manusia adalah merdeka sejak dalam perut ibunya, sehingga tidak logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu”. Pada tahun 1789, di Prancis lahir sebuah deklarasi yang dikenal dengan The French Declaration, menyatakan hakhak yang lebih rinci lagi sebagai dasar dari The Rule of Law. Di dalamnya dinyatakan antara lain: tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Pernyataan ini, selanjutnya, dipertegas pula dengan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat (freedom of expression), kebebasan menganut keyakinan/agama (freedom of religion), perlindungan terhadap hak milik (the right of properti) dan hak-hak dasar lainnya. Dalam The French Declaration tersebut sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak yang menjamin timbulnya demokrasi dan negara hukum. Deklarasi yang lahir sebagai buah Revolusi Perancis itu telah berhasil meruntuhkan susunan masyarakat feodal termasuk golongan pendeta agama dan susunan pemerintahan negara yang bersifat kerajaan dengan sistem monarki absolut. Disebabkan revolusi tersebut bertujuan untuk memperoleh jaminan hak-hak manusia dalam perlindungan undang-undang negara, maka dirumuskanlah tiga prinsip yang disebut Trisloganda, yaitu (1) kemerdekaan (liberte), (2) kesamarataan (equalite), (3) kerukunan dan persaudaraan (fraternite). Ketiga semboyan ini telah melahirkan Konstitusi Perancis 1791.
0 komentar:
Post a Comment